“Karena berbekal cantik tidak cukup untuk menjadi muslimah yang dirindukan.”
Cantik. Satu kata yang sangat melekat pada diri seorang perempuan. Cantik menurut kamus bahasa indonesia diartikan sebagai elok; molek (tentang wajah, muka perempuan). Saat memilih pasangan hidup, cantik merupakan salah satu dari empat macam nilai yang patut dipertimbangkan sesuai ajaran Rasulullah.
Keluarga merupakan pengejawantahan dari cinta sepasang manusia. Selain itu, keluarga adalah sarana awal dalam perkembangan sifat manusia. Seorang anak yang terlahir dalam keluarga akan belajar secara alamiah pada alam sekitar terutama pada ayah dan ibunya sebagai seorang yang paling dekat dengan anak.
Perempuan sebagai ibu bagi anak-anaknya sudah semestinya menjadi teladan dan pendidik yang baik bagi anak-anaknya. Perempuan adalah sekolah pertama bagi seorang anak. Jawaban terbaik pada setiap masalah anak ada pada ibunya.
Dalam sebuah keluarga kita di tuntut melaksanakan kewajiban sesuai dengan porsinya masing-masing. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda “Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut.”. Rasulullah sudah memberikan garis batas (Job Desciption) anatara suami dan istri agar tidak ada tumpang tindih kewajiban.
Ayah sebagai pemimpin keluarga, ibu sebagai pembina rumah tangga, dan anak-anak sebagai anggota-anggotanya dalam organisasi di keluarga. Seorang perempuan dituntut menjadi patner yang baik untuk suaminya.
Tugas seorang perempuan adalah tugas yang berat, tidak hanya sekedar memasak dan berdandan. Perempuan harus mendidik anak-anak, melayani suami, mengatur keuangan keluarga, mengorganisir semua keperluan rumah tangga dalam kurun waktu 24 jam non stop. Perempuan harus bisa memanajemen waktu dalam 24 jam agar bisa terlalui sebaik mungkin.
Karena tugas seorang perempuan dalam keluarga berat, maka jauh sebelum masuk dunia keluarga, perempuan sudah harus belajar mengorganisir hidupnya dengan manajemen yang baik.
Diawal hidupnya, perempuan akan masuk dalam fase menjadi pembelajar. Ada perempuan yang belajar di rumah, ada yang belajar diperantauan entah di dalam pondok pesantren atau di luar pondok pesantren. Perempuan yang nyantri biasanya lebih bisa menjadi organisator yang baik. Ketika sudah berstatus santriwati, sejak hari pertama menjejakkan kaki dipesantren, ia sudah harus mengatur segala sesuatunya sendiri. Mulai dari memasukan baju agar muat dilemari yang tidak begitu besar hingga mengatur kapan waktu menghafal yang paling baik bagi dirinya.
Sebelum masuk pada dunia rumah tangga, perempuan akan berada dalam masa galau mencari pasangan hidup yang pas untuk dirinya. Di indonesia khususnya di daerah Jawa, mengungkapkan isi hati kepada seorang lelaki merupakan hal yang tabu, akan tetapi bukan berarti perempuan tidak bisa memilih, ia bisa memilih menolak atau menerima lamaran seorang laki-laki.
Dalam fase merah jambu ini perempuan dituntut bisa menjaga hatinya agar tidak sampai menyatukan satu nama lelaki hingga mengalahkan Tuhan dihatinya. Perempuan juga dilatih bersabar menunggu dengan tetap menjadi pembelajar yang baik untuk bekal dimasa depan. Perempuan juga harus belajar tangguh untuk tidak baper pada lelaki yang peduli dan memberikan perhatian lebih pada dirinya sebelum halal.
Pada hari pertama sah menjadi istri, seorang perempuan sudah harus mulai peka terhadap kemauan suami, mulai dari panggilan apa yang akan disematkan pada suami, sampai setelah ini apa langkah awal kita. Perempuan yang baik adalah perempuan yang pandai menyesuaikan diri dengan keadaan, ia tau harus bersikap bagaimana dalam setiap keadaan. Semisal ketika suami batuk secepatnya mungkin ia beranjak mengambilkan air sebelum suami beranjak mengambil minum atau sebelum suami minta tolong diambilkan air, karena hakikat mencintai adalah memberi dan mengabdi.
Setelah berada dalam dunia keluarga perempuan tidak dapat dilepaskan dengan kegiatan sosial dengan tetangga. Bersosial dengan tetangga merupakan sebagian dari bentuk kepedulian terhadap sekitar. Hubungan dengan sesama yang baik akan membawa kebaikan pada alam dan berkontribusi lebih untuk umat. Dalam fase bermasyarakat, tentu ada banyak hal yang menjadi tradisi yang tidak dapat dipelajari didalam sebuah diktat melainkan belajar pada lingkungan dan peka terhadap perubahan ‘alam’.
Perempuan bermasyarakat lebih dituntut dapat menguasai berbagai macam hal, mulai dari ilmu berkomunikasi yang baik, sampai ilmu mengajak orang lain berkontribusi dalam kebaika. Tentu hal tersebut tidak semudah tidur disiang hari selepas beraktifitas. Diperlukan banyak hal yang itu menguras tenaga dan fikiran. Hal tersebut hanya dapat dilakukan oleh perempuan terpilih; perempuan organisator, , perempuan pembelajar dari setiap hal.
Perempuan terpilih yang tidak hanya mengandalkan kecantikan wajahnya, namun juga perempuan yang ‘siap pakai’. Perempuan yang tau menyesuaikan diri, perempuan yang tau harus bersikap bagaimana dalam setiap keadaan. perempuan yang mampu mengorganisir segala hal, perempuan yang mampu memenejemen antara kebutuhan dan keinginan, antara sekarang atau besok, mendesak dan tidak. Menjadi Perempuan ‘Mata Air’, perempuan yang selalu membawa kebaikan bagi orang lain disekitarnya. Seperti mata air yang selalu mengalirkan kebaikan pada setiap yang hidup.
*Faiz Jawami’ Amzad
Guru Bahasa Arab